ASA

just scribble, words, and myself. never mind, it's safe :)

Kata saya

~disinilah kata, rasa, dan saya berada. bersama, menjadi sebuah.. karya ~

Jumat, 11 November 2011

Pahlawan Indonesiaku

Cuplikan Pidato Bung Tomo
10 November 1945

Saudara-saudara rakyat Surabaya
Bersiaplah! Keadaan genting
Tetapi saya peringatkan sekali lagi
Jangan mulai menembak
Baru kalau ditembak
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka
Dan untuk itu kita saudara-saudara
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
Semboyan kita tetap
Merdeka atau mati
Dan kita yakin, Saudara-saudara
Akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
Percayalah Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!

Pada bulan September 1945, NICA-Belanda datang kembali ke Indonesia dengan membonceng tentara AFNEI-Sekutu pimpinan Inggris. Mereka tiba di kota-kota besar di Indonesia dengan maksud untuk membebaskan para tawanan perang dan menghukum para penjahat perang dan kolaborator Jepang yang diduga menjadi aktor utama pendiri Republik Indonesia. Kedatangan mereka pada awalnya disambut hangat oleh rakyat Indonesia yang baru saja sebulan merasakan udara kebebasan dari penjajahan.

Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Batavia menjadi target utama pihak AFNEI dan NICA untuk diamankan dari kekuatan pro-Republik ataupun pro-Jepang. Bagi AFNEI yang mayoritas adalah bala tentara Inggris, tidak begitu ikut campur mengenai konflik lama antara rakyat Indonesia dengan Belanda. Bagi Inggris mereka hanya menjalankan tugas dengan cara damai tanpa menggunakan kekerasan. Berbeda dengan Belanda yang bermaksud menguasai kembali Indonesia.

(Insiden Pengrobekan Bendera Belanda oleh Pemuda Indonesia di atas Hotel Yamato)
Surabaya dilihat dari segi militer memiliki posisi yang strategis. Baik dilihat dari segi infrastruktur basis pertahanan laut maupun pusat komando perang untuk wilayah timur Indonesia, kota ini bisa dibilang paling tepat untuk dikuasai. Belanda sendiri mengambil kesempatan dalam kesempitan di Surabaya dengan cara menurunkan bendera-bendera Jepang atau Indonesia di gedung-gedung penting dan menggantinya dengan bendera Belanda. Hal ini memicu kemarahan penduduk kota Surabaya yang pada awalnya menyambut dengan tangan terbuka ketika Sekutu tiba. Salah satu insiden yang paling terkenal adalah insiden pengrobekan bendera Belanda di atas gedung Hotel Yamato. Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan dari sebuah peristiwa perang terbesar di Surabaya, Pertempuran 10 November 1945.

(Para wanita dan anak-anak yang mengungsi dari kota Surabaya menuju arah selatan)

Peristiwa yang kemudian menyulut perang besar tersebut adalah terbunuhnya Brigadir Jenderal Malaby (salah satu panglima perang AFNEI di Surabaya) di tangan arek-arek Suroboyo. Kemudian AFNEI menanggapinya dengan mengeluarkan ultimatum yang isinya bahwa seluruh kota Surabaya harus dikosongkan, para penduduk harus mengungsi keluar kota Surabaya, dan para pejuang yang memegang senjata diharuskan menyerahkan senjatanya paling lambat tanggal 10 November 1945 pukul 06.00. Jika ultimatum ini tidak dipenuhi atau dituruti oleh rakyat Surabaya maka AFNEI akan membunihanguskan kot Surabaya.



(Para pemuda yang tergabung dalam berbagai kelaskaran enggan mengungsi dan menyerahkan senjatanya kepada Sekutu dan mereka terus berjuang mempertahankan kota Surabaya)


Pada momen yang cukup tegang itulah muncul seorang tokoh pemuda dengan suara yang menggelegar dan memiliki kemampuan membakar semangat para pejuang di Surabaya. Tokoh tersebut bernama Sutomo atau lebih dikenal dengan nama Bung Tomo. Bung Tomo yang sejak muda aktif dalam dunia kepanduan dan jurnalistik, adalah tokoh pendiri BPRI (Badan Pemberontakan Rakyat Indonesia) yang selalu menganggap bahwa pemerintah pusat terlalu lambat bereaksi dalam menyikapi kedatangan Belanda.

(Bung Tomo Saat Menyampaikan Pidatonya Untuk Menyemangati Arek-arek Suroboyo)

Sebagai pejuang yang lahir dari kepanduan, ia telah dibekali pemahaman serta pengajaran agama yang matang. Bung Tomo, memegang teguh prinsip bahwa sebagai seorang pandu dan pejuang bangsa dirinya harus suci dalam perkataan atau pun perbuatan. Bekal inilah yang menjadi pondasi dasar dalam setiap pergerakan perjuangannya, sehingga pekikan Allahu Akbar yang selalu terdengar dalam menyemangati perlawanan pemuda dan rakyat memiliki kekuatan sangat besar dan tak tertandingi.
Dengan kalimat ”Allahu Akbar”, serta semboyan merdeka atau mati syahid, merupakan semboyan yang sangat akrab diteriakkan melalui corong Radio Pemberontak yang dipimpin oleh Bung Tomo.

Meski diberi ultimatum, rakyat Surabaya tidak surut satu langkah pun. Memang para wanita, ibu-ibu, lansia, dan anak-anak sudah mengungsi terlebih dahulu, para pemuda atau siapapun yang sanggup mengangkat senjata dan yang tidak mau menyerah tetap bertahan di Surabay bersama pidato semangat Bung Tomo. Laskar jihad, ataupu lascar-laskar yang lain, bahu membahu mempertahankan kota itu sampai titik darah penghabisan. Jika kita mengutip pidato Bung Tomo diatas, kita mungkin akan bisa membayangkan bagaimana merindingnya kita, bukan karena takut, tapi karena kagum luar biasa dengan pidato Bung Tomo, orang yang sampai akhir hayatnya tidak pernah diberi gelar pahlawan oleh negara yang ikut ia pertahankan sampai nyawa jadi taruhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar