ASA

just scribble, words, and myself. never mind, it's safe :)

Kata saya

~disinilah kata, rasa, dan saya berada. bersama, menjadi sebuah.. karya ~

Sabtu, 22 Juni 2013

Sekenang tentang K A M U ! :)

Sore ini aku tersentak dari tidurku, tatkala ibu membangunkanku dengan menyodorkan ponsel tepat di depan wajahku. Ada sms dari temanmu, penting. Begitu kata beliau.
            Dari: Ario
            Di. pasal 5 dan 20 isinya bagaimana?
Segera mungkin kubalas sms Ario. Ini penting. Pasti dia sedang tes, pikirku. Aku segera mencari UUD-ku di tumpukan buku-buku catatan. Aih, ketemu! Segera kucari pasal-pasal yang dimaksud dan kutuliskan singkat namun jelas. Pesan terkirim! Ah, lega rasanya. Kemudian kubaca ulang sms Ario, kulihat waktu pengirimannya. Astagfirullah, pukul 2 siang. Sementara baru kubuka sms itu pukul 4. Waduhh, jangan-jangan …
            Aku bangkit dari tempat tidur, keluar kamar dan mendekati Bapak yang sedang duduk bersantai. Kusapa beliau, lalu kutanyakan apakah nomornya memiliki gratisan telepon hari ini. (haha, mau telepon aja nyari yang gratisann, 2013.. jann!)
Bapak bilang punya, lalu segera kupinjam ponselnya untuk menelpon si Ario. Berkali-kali panggilanku masuk, namun tak diangkatnya. Lalu kucoba menelpon Fajri, kali ini tersambung dan diangkat. (wahaha, ini berbinar-binar nulisnya)
            Kami berbicara panjang lebar, dia bilang Ario sedang tertidur kedinginan, dan baru kutahu ternyata dia sedang berada di mess bersama Ario dan Kamu. Fajri, Ario, dan Kamu adalah tiga dari pejuang-pejuang yang masih bertahan seleksi alam mengejar impian. Berjibaku dalam usaha untuk dapat menjadi taruna di salah satu akademi yang mendidik calon pemimpin-pemimpin negeri ini. Fajri, Ario, dan Kamu.. teman-teman seperjuanganku :’)
            Aku menyudahi perbincanganku dengan Fajri, dan tak lama kemudian mendapat sms balasan dari Ario. Ini dia, sudah bangun rupanya. Kembali aku meminjam ponsel Bapak untuk menelpon Ario. Kami berbincang cukup lama hingga terdengar suaramu bercanda dengan Fajri. Aku menanyakan Kamu pada Ario, dan menitipkan salam untukmu. Dan Kamu menjawabnya dari kejauhan, “Halo Di..wa’alaykumussalam..” suara itu begitu jelas terdengar. Sesaat aku terdiam, mengingat-ingat terakhir kali aku mendengar suaramu seriang ini. Aku lupa. Sudah setahun lebih berlalu. Dan percakapanku dengan Ario sore ini membuka kembali ingatanku padamu..  
            Aku mengenangmu sebagai kawan yang hangat selain kenangan yang istimewa. Banyak pelajaran yang kudapatkan dari kebersamaan dulu denganmu. Keramahtamahan, kesediaan membantu, dan kebersyukuran. Keramahtamahan; adalah sifat yang melekat padamu hingga membuatku pernah menjatuhkan hati padamu. Sayangnya aku terlalu gegabah dan percaya diri, sehingga tidak menyadari bahwa sikap ini kau tunjukkan pada semua orang, termasuk aku. Namun, sikap ini jualah yang membuat kita pernah dekat, dan membuatku memiliki kenangan bahagia denganmu. Kamu juga suka membantu; ini membuatmu berbeda di mataku. Posisimu sebagai seorang pemimpin tidak membatasi gerakmu untuk membantu siapapun tanpa pandang bulu. Laki-laki, perempuan, muhrim, atau bukan, tak menjadi penghalang bantuanmu. Suaramu yang khas dan menentramkan juga masih terekam jelas di memoriku. Pesan-pesanmu tentang ibadah juga masih tersimpan rapi di ingatanku. Bagaimana kamu mengirimiku anjuran untuk qiyamul lail, pesanmu tentang tatacara shalat sunnah tasbih, hingga diskusi-diskusi seputar najis dan solusinya, ah semuanya memiliki tempat tersendiri di ruang hatiku. Sampai akhirnya perbedaan ideologi yang mendasar membuatku harus menjauhimu. Namun di samping itu, aku menemukan kenyataan bahwa kamu tidak hanya dekat denganku. (ini salahku karena tidak menyadari keramahtamahanmu yang universal atau salahmu yang memang suka ‘flirting’ pada lainnya, ya?) entahlah, tapi yang kutahu kamu begitu!
Semua peristiwa berjalan apa adanya, kita pun saling menjauh begitu saja tanpa ada suatu penyebab yang pasti maupun masalah yang berarti. Bagiku, ini semua adalah garisan takdir yang memang mesti terjadi sehingga aku semakin bersyukur, Tuhan memberiku kesempatan mengenalmu. Setahun mengenalmu, ternyata tidak benar-benar cukup membuatku mengenalmu. Pada tahun berikutnya –setelah aku tidak dekat dengamu lagi—aku mendengar banyak hal tentangmu. Dan semua kisah dari kawan-kawanmu mmbuatku cukup tahu, cukup bersedih, dan cukup prihatin dengan keadaanmu. Bukan! Bukan tentang sikap kepemimpinan atau wibawamu atau kebaikanmu. Kamu masih seperti yang dulu kukenal, hanya saja desas-desus yang beredar tentang ‘hubungan pribadi’-mu membuatku sedikit tidak nyaman, “benarkah kamu seperti itu?”
Aku tidak terlalu mengambil pusing berita-berita itu, toh aku bukan siapa-siapamu. Aku hanya cukup tahu berita itu, cukup mendengar, cukup melihat, dan cukup membuat kesimpulan akhir tentangmu, yang juga cukup Tuhan dan hatiku yang tahu. Dan akhirnya aku bersyukur atas kisah perjalananku denganmu. Meski kadang masih ada rindu yang mengalun dalam sepi, aku tak berniat untuk kembali menjalin cerita denganmu, bukan karena apa-apa, kisahmu sudah cukup menempati salah satu ruang di hatiku.
Kini, hanya untaian kata dan doa yang mampu kutuliskan untukmu. Terima kasih pernah hadir dalam hidupku, pernah mengisi hari-hariku, pernah menjadi pengingat ibadahku. Terima kasih telah mengisi kisah perjalananku di SMA. Terima kasih, Gesta-ku. Dimanapun nantinya kamu berada, semoga Tuhan menjagamu dari perilaku yang tercela, menjadikanmu pemimpin yang dapat dipercaya, memberikan pendamping yang sepadan denganmu. Aku cukup bangga mengenalmu sebagai kawan seperjuangan, dan sekenang cintaku..
Doa puja pintaku juga terpanjatkan untuk Ario dan Fajri. Abang-abangku di XII IPS 1.
Aku tunggu kabar kesuksesanmu, bang!

Purworejo, 10 Juni 2013 pukul 8 lewat 23 malam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar